One stop search, watch and play
Loading
Sign My iBook:
Loading
Search This Blog
Browse This Website In:
Blog Archive
-
▼
2011
(219)
-
▼
Januari
(83)
- Produk Minyak Zaitun
- Peluang Usaha Beternak Lintah
- GAMAFIT
- GOATS'NA Nurusy Syifa'
- SPIRUNA
- SLIMFIT Nurusy Syifa'
- ANTI-TB
- Produk Habbatussauda'
- Parfum Al Rehab
- Peluang Usaha Bisnis Sebar Brosur . Bagaimana menj...
- Peluang Usaha Ternak Ayam Kampung Penghasil Telur ...
- Cara Penggunaan Minyak Bulus untuk Kecantikan Kulit
- Sari Apel “Jawara”
- Rempah herbal wajib ada di dapur
- CARA MENGAJARI BAYI ANDA TIDUR TEPAT WAKTU
- Waspadai Gejala Komplikasi Diabetes Pada Retina
- Produk Minyak Zaitun
- Herbal Untuk Penderita Impoten
- Mengatasi Dan Mengobati Radang Sinusitis
- Kusta dan Gejalanya
- TETANUS, Penyakit Mematikan Karena Luka
- Telur Omega3 berkhasiat cegah penyakit dan mencerd...
- MENGUSIR BATU GINJAL DENGAN 7 BAHAN ALAMI
- Kenali Gejala Gagal Ginjal Sejak Dini
- Ciri-ciri air seni yang tidak sehat
- Tips supaya Anak jadi Kreatif
- Pengobatan Aromatherapy Populer Lagi
- KHASIAT MADU SAMBUNG NYOWO
- Khasiat madu herbal sambung nyowo
- Silahkan Pilih Produk Yang Anda Inginkan
- MINYAK ZAITUN AL GHUROBA' 500 ML
- AMBEXTRA ( OBAT WASIR / AMBEIEN )
- EKSTRAK KURMA EL-DATIER 330 GR
- MINYAK ZAITUN AL GHUROBA' 30 ML
- SARI KURMA AL JAZIRA
- AKAR ZAITUN 100 KAPSUL
- PROPOLIS DIAMOND / 10 BOX ( 1 BOX ISI 7 BOTOL )
- SARI KURMA RUTHAB 300 GR
- MINYAK HABBATUSSAUDA' AL GHUROBA' 30 ML
- ZAITUN LERICHE 300 ML
- ZAIT SAUDA ( MINYAK HABBATUSAUDA' TETES )
- ZAITUN LERICHE BABY 60 ML
- MINYAK ZAITUN 25 ML
- MINYAK ZAITUN AL GHUROBA' 1LITER
- SARI KURMA SAHARA 350 GR
- MINYAK ZAITUN AL GHUROBA' 150 ML
- SARI KURMA MEEDENA 500 GR
- PROPOLIS MELIA 1 BOTOL 6 ML
- OBAHAMA ( H. SAUDA'+MAHKOTA DEWA+SIDOGIRI )
- AFIAFIT (ROYAL FIT)
- PROPOLIS DIAMOND 1 BOTOL 6 ML
- RATU LANGSING
- ALERGO
- RAJA URAT
- BANTAHAN TERHADAP PENENTANG MANHAJ SALAF
- Sari Kurma
- PROPOLIS MELIA
- Jamu Herbal Instant Al Ghuroba'
- Minyak Zaitun
- Sabun Herbal Al Hikmah
- Sabun Herbal
- DO’A ADALAH IBADAH
- MENGAPA MENJADI BAIK ITU SULIT ?
- DIANTARA KEBAIKAN SESEOARANG ADALAH MENINGGALKAN A...
- APA MAKNA PERHIASAN DALAM AL-QUR'AN SURAT AN-NUUR ...
- PEMBATAL-PEMBATAL WUDHU'
- BOLEHNYA SHALAT MEMAKAI SANDAL
- JALAN KESELAMATAN
- BISAKAH PEREMPUAN MIMPI BASAH ?
- HAK-HAK PERSAUDARAAN
- MENCUKUR BULU KEMALUAN DAN KETIAK BERDASARKAN AS S...
- Apakah Hipnotis Itu Ada Kaitannya Dengan Jin
- BERAPA LAMA ORANG BOLEH TIDAK MANDI ?
- MAKNA DAN LAFAZH SALAM
- SEBAB-SEBAB PERSELISIHAN YANG TERCELA DI TENGAH-TE...
- BENARKAH ALLAH HANYA MEMILIKI 99 NAMA SAJA ? Read...
- HUKUM MENIDURKAN ORANG DENGAN HIPNOTIS
- HUKUM “SUMPAH POCONG”
- Testimoni Nurusy-Syifa
- Daftar Penyakit Beserta Obatnya
- Hajar Jahannam, hajar Sa’adah, Hajar Jahannam Mesi...
- Tongkat Gurah Vagina
- PERMANENT PENIS ENLARGEMENT (NATURAL OIL]
-
▼
Januari
(83)
Bookmarking Us:
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.
Sabtu, 08 Januari 2011
MENCUKUR BULU KEMALUAN DAN KETIAK BERDASARKAN AS SUNNAH
Bismillah,
ISTIHDAD adalah mencukur rambut kemaluan. Perbuatan ini diistilahkan istihdad karena mencukurnya dengan menggunakan hadid yaitu pisau cukur. (Ihkamul Ahkam fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab fil Madzi wa Ghairihi)
Dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari, hadits ‘Aisyah dan hadits Anas yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, istihdad ini disebutkan dengan lafadz : حَلْقُ الْعَانَةِ
(mencukur ‘anah). Pengertian ‘anah adalah rambut yang tumbuh di atas kemaluan dan sekitarnya.
ISTIHDAD adalah mencukur rambut kemaluan. Perbuatan ini diistilahkan istihdad karena mencukurnya dengan menggunakan hadid yaitu pisau cukur. (Ihkamul Ahkam fi Syarhi ‘Umdatil Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab fil Madzi wa Ghairihi)
Dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari, hadits ‘Aisyah dan hadits Anas yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, istihdad ini disebutkan dengan lafadz : حَلْقُ الْعَانَةِ
(mencukur ‘anah). Pengertian ‘anah adalah rambut yang tumbuh di atas kemaluan dan sekitarnya.
Istihdad hukumnya sunnah. Tujuannya adalah untuk kebersihan. Dan istihdad ini juga disyariatkan bagi wanita, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits:
أَمْهِلُوْا حَتَّى تَدْخُلُوا لَيْلاً أَيْ عِشَاءً لِكَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيْبَةُ
“Pelan-pelanlah, jangan tergesa-gesa (untuk masuk ke rumah kalian) hingga kalian masuk di waktu malam –yakni waktu Isya’– agar para istri yang ditinggalkan sempat menyisir rambutnya yang acak-acakan/kusut dan sempat beristihdad (mencukur rambut kemaluan). ” (HR. Al-Bukhari no. 5245 dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:
إِذَا دَخَلْتَ لَيْلاً فَلا تَدْخُلْ عَلَى أَهْلِكَ حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيْبَةُ وتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ
“Apabila engkau telah masuk ke negerimu (sepulang dari bepergian/safar) maka janganlah engkau masuk menemui istrimu hingga ia sempat beristihdad dan menyisir rambutnya yang acak-acakan/kusut. ” (HR. Al-Bukhari no. 5246)
Yang utama rambut kemaluan tersebut dicukur sampai habis tanpa menyisakannya. Dan dibolehkan mengguntingnya dengan alat gunting, dicabut, atau bisa juga dihilangkan dengan obat perontok rambut, karena yang menjadi tujuan adalah diperolehnya kebersihan. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/239, Al-Majmu ’ Syarhul Muhadzdzab 1/342, Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmul Istihdad)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu ketika ditanya tentang boleh tidaknya menggunakan gunting untuk menghilangkan rambut kemaluan, beliau menjawab, “Aku berharap hal itu dibolehkan.” Namun ketika ditanya apakah boleh mencabutnya, beliau balik bertanya, “Apakah ada orang yang kuat menanggung sakitnya?”
Abu Bakar ibnul ‘Arabi rahimahullahu berkata, “Rambut kemaluan ini merupakan rambut yang lebih utama untuk dihilangkan karena tebal, banyak dan kotoran bisa melekat padanya. Beda halnya dengan rambut ketiak.”
Waktu yang disenangi untuk melakukan istihdad adalah sesuai kebutuhan dengan melihat panjang pendeknya rambut yang ada di kemaluan tersebut. Kalau sudah panjang tentunya harus segera dipotong/dicukur. (Al-Minhaj 3/140, Fathul Bari 10/422, Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmul Istihdad)
Pendapat yang masyhur dari jumhur ulama menyatakan yang dicukur adalah rambut yang tumbuh di sekitar zakar laki-laki dan kemaluan wanita. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/239)
Adapun rambut yang tumbuh di sekitar dubur, terjadi perselisihan pendapat tentang boleh tidaknya mencukurnya. Ibnul ‘Arabi rahimahullahu mengatakan bahwa tidak disyariatkan mencukurnya, demikian pula yang dikatakan Al-Fakihi dalam Syarhul ‘Umdah. Namun tidak ada dalil yang menjadi sandaran bagi mereka yang melarang mencukur rambut yang tumbuh di dubur ini.
Adapun Abu Syamah berpendapat, “Disunnahkan menghilangkan rambut dari qubul dan dubur. Bahkan menghilangkan rambut dari dubur lebih utama karena dikhawatirkan di rambut tersebut ada sesuatu dari kotoran yang menempel, sehingga tidak dapat dihilangkan oleh orang yang beristinja (cebok) kecuali dengan air dan tidak dapat dihilangkan dengan istijmar (bersuci dari najis dengan menggunakan batu).” Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu menguatkan pendapat Abu Syamah ini. (Fathul Bari, 10/422)
Mencukur rambut kemaluan ini tidak boleh bahkan haram dilakukan oleh orang lain, terkecuali orang yang dibolehkan menyentuh dan memandang kemaluannya seperti suami dan istri. (Al-Majmu ’ Syarhul Muhadzdzab 1/342, Fathul Bari 10/423)
MENCABUT RAMBUT KETIAK
Mencabut rambut ketiak disepakati hukumnya sunnah dan disenangi memulainya dari ketiak yang kanan, dan bisa dilakukan sendiri atau meminta kepada orang lain untuk melakukannya. Afdhal-nya rambut ini dicabut, tentunya bagi yang kuat menanggung rasa sakit. Namun bila terpaksa mencukurnya atau menghilangkannya dengan obatperontok maka tujuannya sudah terpenuhi. Ibnu Abi Hatim dalam bukunya Manaqib Asy-Syafi’i meriwayatkan dari Yunus bin ‘Abdil A’la, ia berkata, “Aku masuk menemui Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu dan ketika itu ada seseorang yang sedang mencukur rambut ketiaknya. Beliau berkata, ‘Aku tahu bahwa yang sunnah adalah mencabutnya, akan tetapi aku tidak kuat menanggung rasa sakitnya ’.” (Al-Minhaj 3/140, Al- Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 1/341, Fathul Bari 10/423, Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/244)
Harb berkata, “Aku katakan kepada Ishaq: ‘Mencabut rambut ketiak lebih engkau sukai ataukah menghilangkannya dengan obat perontok ?’ Ishaq menjawab, ‘Mencabutnya, bila memang seseorang mampu ’.” (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmu Natful Ibthi)
Wallahu a'lam.
Sumber : Majalah Asy Syariah Vol.III/No.31/1428 H/2007M, hal. 54-55.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar