One stop search, watch and play
Loading
Sign My iBook:
Loading
Search This Blog
Browse This Website In:
Blog Archive
-
▼
2010
(181)
-
▼
Oktober
(54)
- Beberapa Akhlak Menuju Keluarga Sakinah
- Tasyabbuh (Meniru Orang Kafir)
- Tiwalah
- Tathayyur
- Menikah dengan Orang yang Berbeda Agama
- Minta Jodoh dan Anak Kepada Selain Allah Subhanahu...
- Dalil-dalil yang Melarang Tabattul
- Tabattul ala Shufiyah (Sufi)
- Kerusakan Pacaran Islami
- Pacaran Islami Para Aktifis Dakwah
- Mementingkan Agama
- Kemapanan Calon Suami
- Mahar dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
- Tidak Disukai Berlebih-lebihan dalam Mahar
- Syarat Nikah
- Wajibnya Mahar
- Rukun Nikah
- Setelah Akad
- Walimatul ‘Urs
- Khithbah (Peminangan)
- Akad Nikah
- Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup)
- Mengenal Calon Pasangan Hidup
- Tujuan Menikah
- Hukum Nikah
- Pensyariatan Nikah dan Maslahatnya
- Pengertian Nikah
- Pernikahan dalam Adat Jawa
- Pengobatan Alami Cacing Pita
- Menikah Dalam Kacamata Islam
- Sutrah dalam Shalat
- Produk Buku
- Tempat Menyembelih Hewan Qurban
- Tatacara Menyembelih Hewan Qurban
- Berqurban Sebagai Tanda Pengorbanan
- Sunnah yang Terabaikan Bagi Seseorang yang Mau Ber...
- Takutkah Anda Berkorban? Maukah Anda Berjuang?
- Dzikir-dzikir Syar'i di Iedhul Fithri dan Adha
- Hukum-hukum dalam merayakan Iedhul Adha
- Hukum berkurban dan sekitarnya
- Tuntunan dalam Iedhul Qurban
- Tatacara Sholat Ied seperti Rasulullah
- Berpenampilan indah di hari raya Ied
- Syar'inya berhias diri di Hari Raya
- Tuntunan para Salaf dalam bertakbir disaat hari Raya
- Doa dan dzikir khusus hari Raya Iedhul Adha
- Keutamaan Bulan Dzulhijjah
- Amalan yang dianjurkan dalam sepuluh hari Dzulhijjah
- Bagaimana mengisi bulan Dzulhijjah ?
- Berpuasa & Berhari Raya Bersama Penguasa
- Mendulang Mutiara Hikmah dari Perjalanan Hidup Nab...
- Seputar Baju Ihrom
- Manasik Haji & Umroh
- GROSIR SAFECARE AROMATHERAPY
-
▼
Oktober
(54)
Bookmarking Us:
Pengikut
Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 22 Oktober 2010
Rukun Nikah
Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim
Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam pernikahan misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya, pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan dan ia merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut. Sebagai misal adalah ruku’ termasuk rukun shalat. Ia harus ada dalam ibadah shalat dan merupakan bagian dari amalan/tata cara shalat. Adapun wudhu merupakan syarat shalat, ia harus dilakukan bila seseorang hendak shalat namun ia bukan bagian dari amalan/tata cara shalat.
Dalam masalah rukun dan syarat pernikahan ini kita dapati para ulama berselisih pandang ketika menempatkan mana yang rukun dan mana yang syarat. (Raddul Mukhtar, 4/68, Al-Hawil Kabir, 9/57-59, 152, Al-Mu’tamad fi Fiqhil Imam Ahmad, 2/154)
Akan tetapi karena perselisihan yang ada panjang dan lebar, sementara ruang yang ada terbatas, kita langsung pada kesimpulan akhir dalam permasalahan rukun dan syarat ini.
Rukun nikah adalah sebagai berikut:
1. Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk menikah. Di antara perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan. Atau, si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang muslimah.
2. Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali. Misalnya dengan si wali mengatakan, “Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan si Fulanah”) atau “Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).
3. Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya, dengan menyatakan, “Qabiltu Hadzan Nikah” atau “Qabiltu Hadzat Tazwij” (“Aku terima pernikahan ini”) atau “Qabiltuha.”
Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena dua lafadz ini yang datang dalam Al-Qur`an. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), zawwajnakaha (Kami nikahkan engkau dengan Zainab yang telah diceraikan Zaid).” (Al-Ahzab: 37)
Dan firman-Nya:
وَلاَ تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
“Janganlah kalian menikahi (tankihu) wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah-ayah kalian (ibu tiri).” (An-Nisa`: 22)
Lafadz tazwij yaitu zawwajtuka dan lafadz inkah yaitu ankahtuka. Namun penyebutan dua lafadz ini dalam Al-Qur`an bukanlah sebagai pembatasan, yakni harus memakai lafadz ini dan tidak boleh lafadz yang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu, demikian pula murid beliau Ibnul Qayyim rahimahullahu, memilih pendapat yang menyatakan akad nikah bisa terjalin dengan lafadz apa saja yang menunjukkan ke sana, tanpa pembatasan harus dengan lafadz tertentu. Bahkan bisa dengan menggunakan bahasa apa saja, selama yang diinginkan dengan lafadz tersebut adalah penetapan akad. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, seperti Malik, Abu Hanifah, dan salah satu perkataan dari mazhab Ahmad. Akad nikah seorang yang bisu tuli bisa dilakukan dengan menuliskan ijab qabul atau dengan isyarat yang dapat dipahami. (Al-Ikhtiyarat, hal. 203, I’lamul Muwaqqi’in, 2/4-5, Asy-Syarhul Mumti’, 12/38- 44, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/283-284)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar